Bekerja di lingkungan multikultural memang menarik, terutama ketika pandangan pekerja asing terhadap karakteristik rekan kerja lokal menjadi salah satu topik yang menarik. Di Indonesia, salah satu kesan utama yang sering disoroti pekerja asing adalah kecenderungan untuk “membuat atasan senang”. Hal ini mungkin terdengar sederhana, tapi dampaknya sangat signifikan dalam budaya kerja di Indonesia.
Daftar Isi
Atasan sebagai Tokoh Sentral dalam Budaya Kerja
Tidak bisa dipungkiri, atasan memegang peranan sangat penting dalam budaya kerja di Indonesia. Penghormatan terhadap atasan bahkan bisa menjadi indikator kinerja seseorang di tempat kerja. Pekerja lokal cenderung mengutamakan kepatuhan dan loyalitas terhadap atasan, meskipun terkadang hal ini dilakukan di atas kinerja atau kemampuan murni.
Budaya menghormati atasan yang kuat ini membawa dua konsekuensi berbeda. Jika seorang atasan bekerja dengan baik, maka para bawahan akan mengikuti langkah yang sama, menciptakan budaya kerja yang positif dan produktif. Namun, jika atasan tidak cukup disiplin atau melonggarkan aturan, efek domino bisa terjadi, dimana karyawan di bawahnya juga ikut lengah. Dalam situasi seperti ini, atasan yang efektif bisa menjadi pemimpin yang membentuk budaya kerja yang berpengaruh pada kesuksesan tim secara keseluruhan.
Attitude yang Sering Disalahpahami
Salah satu tantangan lain yang sering disebut oleh pekerja asing adalah pemahaman tentang “attitude” di Indonesia. Di beberapa tempat, attitude diartikan sebagai sikap patuh terhadap atasan, daripada kinerja yang berbasis pada hasil yang nyata. Dalam budaya kerja yang lebih hierarkis, mempertanyakan keputusan atau tindakan atasan dianggap tabu, bahkan jika tujuannya untuk memperbaiki kualitas kerja. Hal ini membuat sebagian pekerja merasa sulit untuk memberikan feedback yang jujur dan konstruktif.
Di banyak budaya kerja internasional, memberikan kritik yang membangun tanpa rasa takut adalah hal yang wajar. Namun, di Indonesia, budaya semacam itu masih menghadapi hambatan, terutama karena kritik terhadap atasan dianggap sensitif dan berisiko tinggi, walaupun disampaikan dengan cara yang halus sekalipun.
Tantangan Menerapkan Radical Candor di Indonesia
Salah satu konsep yang mungkin sulit diterapkan dalam lingkungan kerja di Indonesia adalah Radical Candor. Radical Candor adalah metode komunikasi yang mendorong kita untuk memberikan feedback secara jujur, tetapi dengan tetap menunjukkan rasa peduli. Konsep ini dipopulerkan oleh Kim Scott dalam bukunya yang juga berjudul Radical Candor.
Dalam konsep Radical Candor, ada dua elemen penting: “Care Personally” (peduli secara personal) dan “Challenge Directly” (tantang secara langsung). Maksudnya, kita tidak hanya harus berani memberikan kritik yang jujur, tapi juga menunjukkan bahwa kritik itu diberikan karena kita peduli terhadap perkembangan orang tersebut. Kritik yang diberikan bukan untuk menjatuhkan, melainkan untuk membantu seseorang agar bisa berkembang dan memperbaiki performa mereka.
Namun, di Indonesia, praktik ini masih jarang dilakukan. Banyak karyawan yang merasa enggan untuk menyampaikan kritik secara langsung karena khawatir akan dianggap tidak sopan atau tidak menghormati atasan. Akibatnya, budaya komunikasi yang terbuka dan jujur sering kali sulit ditemukan, dan masalah seringkali tidak terselesaikan dengan baik.
Bagaimana Radical Candor Bisa Diadopsi?
Meskipun tantangannya besar, Radical Candor bisa diterapkan di Indonesia dengan beberapa penyesuaian. Kuncinya adalah mengubah persepsi bahwa kritik selalu bersifat negatif. Jika kritik disampaikan dengan tujuan untuk membantu seseorang berkembang, maka perlahan-lahan, budaya kerja yang lebih terbuka dan sehat bisa terbentuk.
Contohnya, jika ada rekan kerja yang performanya menurun, daripada membicarakan di belakang, lebih baik berbicara langsung dan memberikan solusi yang bisa membantu mereka memperbaiki kinerja. Menunjukkan bahwa kita peduli dengan kemajuan mereka adalah esensi dari Radical Candor. Hal ini dapat menciptakan komunikasi yang lebih sehat dan lingkungan kerja yang lebih produktif.
Baca juga: Ciri-Ciri Atasan yang Toxic: Kenali dan Ambil Langkah
Kesimpulan
Para pekerja asing sering kali melihat karakter pekerja di Indonesia sebagai pribadi yang ingin selalu membuat atasan senang, dan hal ini memiliki dampak yang cukup besar pada budaya kerja secara keseluruhan. Meskipun ada kekuatan dalam struktur hierarkis ini, tantangan muncul ketika kritik dan umpan balik dianggap tabu. Dengan menerapkan konsep seperti Radical Candor, Indonesia bisa mulai menciptakan budaya kerja yang lebih terbuka, di mana umpan balik bukan lagi sesuatu yang menakutkan, tetapi justru menjadi alat untuk berkembang bersama.
Source Inspiration: Linkedin (Saiful Islam)